Archive for the ‘Feature’ Category

h1

Buah Cintaku Adalah Harapanku

Mei 11, 2010

Yogyakarta (Rubikita) Seorang wanita paruh baya dengan raut wajah yang lesu, menggendong anaknya sambil menjajakan jualannya di dinginya malam.
Atun, 30 tahun, merupakan seorang penjual oleh-oleh khas Yogyakarta yang berjualan di Pasar Malam Malioboro. Atun merupakan seorang janda. Suaminya pergi meninggalkan dia dan kedua anaknya, tiga tahun yang lalu. Atun berasal dari Madura, Ia mulai tinggal di Jogja semenjak duduk di bangku kelas 5 SD. Namun nasibnya kurang beruntung, karena Ia harus putus sekolah. Ia mengaku telah lima tahun lamanya ia mengguluti usaha berjualan oleh-oleh khas Jogja.
Pendapatan yang tidak menentu, tidak membuatnya putus harapan karena sehari-harinya Atun berjualan ditemani oleh kedua anaknya. Anak pertamanya yaitu Nafis,13 tahun dan anak keduanya berumur 7 bulan. Saat diwawancarai, Nafis mengatakan bahwa ia memiliki cita-cita yaitu ingin membahagiakan Ibunya yang kini berusaha sendirian untuk dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga dan ia ingin menjadi orang yang sukses. Nafis pun mengaku sedih melihat ibunya yang ditinggal pergi oleh ayahnya. Gadis berjilbab ini memiliki bakat tari. Ia pernah memenangkan lomba tari tingkat provinsi Yogyakarta dan di sekolah, ia diberikan kepercayaan untuk mengajarkan adek kelasnya menari. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama, Nafis ingin melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan jurusan kecantikan.
“Saya memang orang desa yang hanya bisa menulis dan membaca. Namun, anak-anak saya harus bisa sekolah setinggi-tingginya dan meraih cita-citanya. Karena merekalah harapan saya. Saya rela bekerja keras untuk mereka”. Tutur Atun dengan kesedihan yang terpancar dari matanya.

Posted by Martha Virlita

153080021

h1

Panas Terik Menjual Es Dawet

Mei 11, 2010

Ada yang pernah mencoba es dawet??
Ya, pasti semua orang sudah mencobanya. Es dawet yang manis, segar, dan dingin memang pantas untuk melepas dahaga dipanas teriknya matahari yang menyengat..

Bu Parti salah satu seorang penjual es dawet yang menjajal dagangannya di depan pasar sore malioboro. Ibu 1 anak ini sudah 15 tahun menjual es dawet. Suka duka saat berjualan telah beliau rasakan selama bertahun-tahun.

Ibu Parti berjualan es dawet dari hari Jumat hingga Sabtu dan dari jam 9 pagi hingga 10 malam. Untuk bisa berjualan, Bu Parti harus nglaju dari Wonosari ke Yogya naik bis bersama suaminya, Pak Santoso.

Dalam sehari, beliau memperoleh 300.000 ribu dari hasil beliau berjualan es dawet. Banyak para pelanggannya yang senang dengan es dawet buatan Bu Parti. “cukup untuk kehidupan sehari-hari tetapi kurang karena harus mencicil sepeda motor” kata Bu Parti.

Posted by Marlene Djuanna A.p

153080011

h1

Putus Sekolah, Meminang Becak

Mei 11, 2010

Yogyakarta, (Rubikita) – Tiap siang Wagiyo (50) menjemput istri keduanya yang beroda tiga di penyewaan becak, mengajaknya berkeliling selama 19 jam untuk mencari rupiah-

Wagiyo sedang duduk di atas becak kesayangannya. Ia menunggu penumpang yang akan ia antar berkeliling Malioboro, Kraton, dan Alun-alun Yogyakarta. Di sela-sela penantiannya, ada kisah yang membawanya sampai di pangkalan becak ini.

Wagiyo putus sekolah ketika ia masih kelas 3 SD. Kemiskinan yang melanda keluarganya memaksa Wagiyo meninggalkan bangku pendidikannya.

Wagiyo kecil pernah bekerja menjadi kuli bangunan demi membantu perekonomian keluarga. Namun, karena upahnya tidak sebanding dengan pekerjaannya, ia memutuskan untuk meminang becak pada tahun 1984.

Pekerjaan yang telah dilakoninya selama 26 tahun itu membuatnya merasa becak yang ia kendarai sudah seperti istri keduanya. Walaupun kadang ia merasa agak keberatan acap kali menjemput becaknya harus membayar uang sewa sebesar 5 ribu rupiah. Namun, dia senang karena dengan begitu ia bisa memberikan nafkah untuk Istrinya tercintanya, Radiem (50) dan ketiga putrinya.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, bebannya kini sudah agak berkurang karena ketiga putrinya, Sri Mujiati (26), Sri Mujiatun (20), dan Siam Fitriana (13) telah berkeluarga. Meskipun demikian, bapak perkasa ini merasa sedih karena ketiga putrinya pun putus sekolah. Ia tidak memiliki cukup biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga selesai. Bahkan si bungsu, Siam Fitriana (13) sebelum dinikahkan pernah hilang selama 70 hari karena merasa kesal tidak dapat melanjutkan sekolah ke tingkat SMP.

Untuk itu Wagiyo berpesan kepada yang telah memiliki kesempatan sekolah untuk tetap semangat belajar agar bisa bekerja di tempat yang layak dan tidak ngrekoso (hidup susah-red-) seperti dirinya.

Posted by Hasta Nirmaya W

153080041

h1

Perjuangan Hidup Demi Sesuap Nasi

Mei 11, 2010

Yogyakarta (Rubikita)  Panas hujan tak membuat Rahma (30) mengurungkan niatnya untuk berjualan di jalanan Pasar Bringharjo demi mencari sesuap nasi untuk keluarganya.

Rahma adalah salah satu pedagang yang menjajakan baju-baju untuk segala kalangan usia, yang menempatkan dagangannya di jalanan Pasar Bringharjo. Ia dan suaminya sama-sama berjualan disitu. Mereka berjualan sejak tahun 1995 sampai sekarang ini. Rahma dan keluarganya merupakan orang asli Yogyakarta yang bertempat tinggal di daerah Notoprajan

Ia mempunya seorang suami dan dua orang anak, suaminya berprofesi sama dengan dirinya, yaitu berjualan sehingga bergantian dalam menjaga dagangannya. Anaknya yang pertama lulusan SMK dan yang kedua baru berumur 7 tahun yang duduk di kelas 2 SD.

Berjualan didaerah pinnggiran Pasar Bringharjo bukanlah hal yang mudah, jika cuaca sedang panas terik Rahma sering sekali merasa kepanasan, tetapi jika sebaliknya hujan membuatnya kesulitan menjual dagangannya karena dagannya bisa saja menjadi basah dan tidak laku dijual. Apalagi jika Satpol PP sedang berpatroli, ia akan terkena penertiban dan tidak bisa berjualan di hari itu.

Menjual baju bukanlah suatu pendapatan yang dapat dipastikan. “kalau sedang sepi yah, paling baju yang laku cuma 2-4 biji saja”, kata Rahma.

posted by Erna Soraya

153080030

h1

Mengandalkan Gerobak Kacang Untuk Hidup

Mei 11, 2010

Yogyakarta (Rubikita) Warni (50) tetap setia dengan gerobak kacangnya selama 10 tahun. Dengan gerobaknya Warni berjalan mengelilingi keramaian jalan Malioboro dengan harapan gerobaknya kosong katika ia pulang.

Dengan muka lusuh dan sambil mengipas-ngipas badannya dengan selembar kertas, Warni ibu yang mempunyai 4 anak ini tetap setia menanti pembeli. Selama 10 tahun warni mendorong gerobak kacangnya menyusuri jalan Malioboro. Ibu 4 anak ini mendorong gerobak dari rumahnya yang terletak di daerah kali code sampai ke Malioboro dengan harapan semua dagangannya terjual. “Saya lebih baik jualan begini daripada kerja sama orang, kalau kerja sama orang tarkadangkan makan ati” ujarnya saat ditanya kenapa tidak mencari pekerjaan yang lain.

Dengan tetap semangat Warni melayani penjual dengan ramah. Hal itu dilakukannya dengan senang hati tanpa merasa menyesal. Tidak pernah ada kata menyesal dalam hidupnya, “buat apa menyesal, jalani saja apa yang sudah ada, daripada dirumah cuma nganggur”, begitu katanya. Perjuangannya tidak hanya dengan mendorong ggerobak kacangnya, kejar-kejaran dengan satpol PP juga menjadi hal biasa. Warni bergegas meninggalkan jalan Malioboro ketika rombongan satpol PP datang untuk menertibkan jalan. Keberuntungan tidak selalu dimiliki oleh Warni, saat dagangannya diamankan oleh satpol PP, warni tidak bisa lagi berdagang. Menurutnya “saya harus menebus gerobak saya sebesar Rp 15.000,- untuk mendapatkannya kembali, supaya bisa dagang lagi”.

Ditempat biasa Warni menjual dagangannya, Warni terkenal baik terhadap semua orang, baik teman maupun pelanggannya. Menurut Riki, salah satu teman Warni “Ibu tu orangnya baik, sabar, lucu juga kalau lagi ngobrol, jadi saya sering kesini untuk ngobrol sama Ibu”, ujarnya dengan antusia. Dengan tetap semangat, Warni selalu menjalani pekerjaannya. Dengan keuntungan ± Rp 100.000,- /harinya, Warni tetap memperjuangkan kehidupannya. Apabila mendapatkan keuntungan lebih, ia membeli baju untuk suami, anak dan dirinya sendiri. Hal itu dirasa cukup untuk menghilangkan segala penat dan capek selama berkerja.

posted by Fatwa Faizah

153080048